Sabtu, 27 September 2014

IDENTIFIKASI ANAK GANGGUAN AUTIS

Identifikasi Anak Autis
Autis dapat didefinisikan sebagai gangguan perkembangan pervasif yang ditandai dengan gangguan dalam komunikasi dan interaksi sosialdan pola terbatasberulang dan stereotip perilaku dalam minat dan kegiatan (DSM IV). Wing dan Gold (Dodd, 2005) mengatakan bahwa anak autis dicirikan oleh tiga hambatan atau istilah nya adalah ‘a triad of impairments’, gangguan autis berpengaruh pada kemampuan seseorang dalam bidang komunikasi, interaksi sosial dan minat yang terbatas dan perilaku yang selalu berulang.
1.      Dampak Gangguan Autistik Terhadap Individu.
Dampak gangguan autistik terhadap individu sangat jelas yaitu seperti yang dituliskan di atas, untuk lebih jelasnya adalah:
a. Komunikasi (communication), termasuk semua aspek komunikasi: pemahaman dan menggunakan komunikasi verbal dan non verbal untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain. Anak dengan gangguan autistic kebanyakan tidak bisa bicara, dan mereka tidak bisa mengkompensasikan ketidakmampuan bicaranya dengan bahasa lain seperti bahasa isyarat. Kalaupun ada anak dengan gangguan autist bisa bicara, mereka hanya membeo, atau mereka berbicara tetapi kurang dapat memiliki pemaknaan tentang apa yang mereka ucapkan, sehingga kesannya hanya menghafal. Terkadang anak dengan gangguan autis berbicara dengan cara yang tidak biasa, mereka nampak tidak mampu untuk menggabungkan kata-kata ke dalam kalimat yang bermakna. (Departemen and Health and Human Services). selain mereka kurang mampu untuk berbicara dan berkomunikasi dengan menggunakan bahasa verbal, bahasa tubuh mereka juga tidak dapat dipahami
b.   Hubungan sosial (social relating), anak dengan gangguan autis memiliki hambatan tentang bagaimana berinteraksi atau berhubungan dengan orang lain, termasuk keterampilan seperti berbagi (sharing) dan bergiliran (turn taking), mengerjakan tugas (attending to task). Anak dengan gangguan autis memiliki kesulitan yang besar untuk belajar memberi dan menerima (take and give) dalam hubungan interaksi dengan orang di sekelilingnya. Mereka tampak tidak tertarik untuk berinteraksi dengan orang lain, dan mereka nampak lebih suka menyendiri dan berinteraksi dengan obyek. Banyak anak dengan gangguan autis nampak memiliki kesulitan besar untuk belajar meminta dan memberi (take and give) dalam interaksi sehari-hari. Tidak suka dipeluk dan dipangku.
c. Minat yang terbatas dan perilaku berulang (repetitive), ini diperlihatkan dengan kekurangmampuan anakautistic spectrum disorder untuk dapat berimajinasi, penalaran abstrak yang kurang, keterampilan bermain yang terbatas, pemikiran konkret (ini lebih disebabkan anak kurang mampu dalam penalaran secara abstrak) dan keinginan kuat dalam keteraturan (consistency).
d.    Ketiga hambatan ini tampak sebelum umur tiga puluh bulan (dua setengah tahun)  (Kanner dalam Trevarthen, 1998).
Selain tiga ciri utama di atas, saat ini juga ditambahkan sejumlah ciri yang berhubungan dengan pemahaman dan perhatian autisme, ini termasuk: sensitivitas  sensori, aspek-aspek kognisi termasuk: gaya belajar visual, masalah perhatian, dan karakteristik pemrosesan informasi; dan hambatan dalam empati yang meliputi: masalah emosional, joint attention, theory of mind; dan kesulitan penerjemahan mood dan perilaku orang lain. (Dodd, 2007:3-5).
Ahli lain mengatakan bahwa autism adalah gangguan neurodevelopmental yang dicirikan oleh gangguan perkembangan sosial yang berat. (Bailey, Philips  & Ruteur, 1996; Kanner, 1943; Volkmar, Lord, Bailey Shultz & Klin, 2004).
Selain tiga ciri utama di atas saat ini sejumlah ciri-ciri yang berhubungan dengan pemahaman dan perhatian autisme juga ditambahkan, ini termasuk: sensitivitas sensori, aspek-aspek kognisi termasuk: gaya belajar visual, masalah perhatian, dan karakteristik pemrosesan informasi; dan hambatan dalam empati yang meliputi: masalah emosional, joint attentiontheory of mind; dan kesulitan penerjemahan mood dan perilaku orang lain. (Dodd, 2007:3-5).
2.      Karakteristik  Komunikasi Anak Autis
Pada anak autistc spectrum disorder peran sebagai pengirim dan penerima pesan tdak berkembang dengan baik, padahal komunikasi itu memiliki peran yang sangat penting untuk:
a)    Untuk mengatur perilaku (komunikasi digunakan untuk meminta, protes, untuk memenuhi       kebutuhan fisik dengan segera);
b) Meningkatkan interaksi sosial (komunikasi digunakan untuk  mengawali, merespon, mempertahankan dan untuk mengakhiri interaksi sosial);
c)  Meningkatkan joint attention (komunikasi digunakan untuk mengarahkan perhatian orang lain terhadap objek, kejadian atau topik, untuk mengomentari atau memberikan informasi pada orang lain).
Dodd (2005) menuliskan cara anak autis berkomunikasi sebagai berikut:
a)    Motorik: menarik tangan orang tua dan menariknya ke lemari untuk menunjukkan “ingin biskuit”;
b)      Dengan gesture: menunjuk, memperlihatkan item yang diinginkan, contoh: memperlihatkan cangkir kosong untuk meminta susu;
c)      Vocalisasi. contoh: menangis, untuk menunjukkan dia lapar;
d)  Menggunakan obyek nyata, contohnya mneunjukkan sampul video yang menunjukkan keinginan anak untuk menonton video;
e)      Menggunakan foto, seperti memperlihatkan foto suatu obyek baik berwarna ataupun hitam putih untuk menginginkan sesuatu;
f)     Menggambarkan dengan garis: memperlihatkan gambar dua dimensi untuk menggambarkan perasaan, benda atau tindakan. Contoh: dia memperlihatkan sketsa wajah sedih untuk menggambarkan hatinya yang sedih;
g)     Melalui tulisan.
3.      Karakteristik Interaksi Sosial Anak Autis
Quill (2000) menyatakan bahwa keterampilan sosial merupakan kemampuan untuk mengakomodasi atauberadaptasi dengan situasi yang sedang berlangsung dan  interaksi sosial. tidak seperti kognitif danperkembangan bahasa, yang berbasis aturan, perkermbangan sosial terus berubah,sejalan dengan berjalannya kehidupan seseorang.
Hasil survey Wings dan Gold (1987) dalam Dodd (2005) telah menemukan bahwa hambatan sosial yang dikaitkan dengan autism dapat dibedakan dalam tiga tipe, yaitu: sikap menyendiri (social aloofness), interaksi yang pasif (passive interaction) dan interaksi aktif tetapi aneh (active-but-odd interaction). Menurut Janzen (1996) dalam Dodd (2005) sejumlah hambatan yang berhubungan dengan interaksi sosial pada anak autis termasuk:
a)  Ketidakmampuan memahami perspektif orang lain dan bagaimana perspektifnya memiliki pengaruh pada orang lain;
b)  Ketidakmampuan untuk mengidentifikasi dan memahami informasi sosial yang dihasilkan melalui ekspresi wajah, gestur, nuansa bahasa dsb;
c)         Ketidakmampuan menyusun respon yang tepat dalam situasi sosial yang beragam;
d)        Ketidakmampuan untuk menunjukkan penilaian sosial;
e)        Ketidakmampuan untuk berbagi  obyek dan informasi dengan orang lain (joint attention);
f)         Ketidakmampuan memilah informasi yang relevan dan tidak relevan;
g)        Ketidakmampuan untuk berpikir secara abstrak (berpikir literal);
h)    Ketidakmampuan untuk melihat gambar secara keseluruhan ketimbang berfokus pada detil yang lebih kecil (ini merupakan kesulitan untuk menggeneralisasikan detil persepsi ke dalam konsep dan makna pada skema yang lebih besar);
i)          Keterbatasan untuk berkomunikasi dengan orang lain baik secara verbal maupun non verbal.
4.      Karakteristik Perilaku Anak Autis
Salah satu hambatan yang dikemukakan Wing (1988,1996) adalah hambatan tentang imaginasi dan pemahaman sosial, yang digambarkan dengan:
a)   Keterlambatan atau tidak ada imajinasi bermain pura-pura;
b)   Ketergantungan pada rutinitas dan pengalaman yang akrab;
c)   Tidak menyukai pengalaman baru dan resistensi terhadap perubahan;
d)   Pemikiran yang tidak fleksibel;
e)    Mengejar satu tujuan dan minat khusus;
f)    Sulit memahami pendapat orang lain. 
g)   Anak autis tidak dapat mengembangkan permainan pura-pura dan aktivitas imajinatif dalam cara yang sama seperti anak-anak yang lain. (Dodd, 2005)
Selain hambatan di atas pola prilaku atau minat anak autistic disorders juga terbatas dan repetitif, ini diperlihatkan dengan perilaku sebagai berikut:
a)    Menonton video yang sama berulangkali;
b)   Mengurutkan obyek dengan cara tertentu;
c)    Memperlihatkan keterikatan yang kuat dengan benda mati seperti mainan tertentu, seutas tali atau alat tertentu;
d)   Memiliki ketertarikan yang kuat dengan gerakan seperti gerakan kipas angin dan roda yang berputar, buka tutup pintu;
e)  Berjalan mondar mandir atau berlari-lari atau berputar-putar; mengeksplor lingkung dengan memukul-mukul, membaui, atau menyeentuh obyek atau manusia;
f)    Memperlihatkan kesensitifan untuk suara-suara tertentu seperti suara orang bernyanyi, suara vaum cleaner yang gaduh;
g)   Kesulitan untuk menunggu;
h)   Memperlihatkan respon terganggu dengan suhu atau sakit;
i)     Memiliki ketertarikan untuk pola visual, lampu atau permukaan yang mengkilap;
j)     Kurang memiliki rasa takut atau menyadari bahaya yang nyata;
k) Memiliki ketakutan tersendiri pada benda-benda atau situasi yang tidak berbahaya, sepeti boneka, anjing, dan orang yang berpakaian seperti badut;
l)     Defensif terhadap sentuhan yang tidak diawali oleh dirinya;
m)  Memiliki masalah makan dan tidur.
5.      Klasifikasi Autis
Pengklasifikasian gangguan autis tidak mudah tetapi karena rentang yang sangat lebar dari yang ringan sampai yang berat, dari anak autis yang memiliki kecerdasan seperti anak-anak umumnya atau lebih, atau autis yang disertai dengan ketunagrahitaan, Dodd (2005) menuliskan derajat hambatan pada anak autis yang dibedakan dalam kelompok: asperger syndrome, rett syndrom, child disintegratif disorders, pervasive developmental disorders – not other wise (PDD-NOS).
a.    Asperger Syndrome
Asperger syndrome oleh para praktisi sering disebut sebagai anak autis yang high functioning. Mereka memiliki kecerdasan di atas rata-rata anak pada umumnya. Asperger (Dianne Zager, 2005) menggambarkan bahwa asperger syndrome merupakan hambatan qualitatif dalam hubungan sosial yang timbal balik, dimanifestasikan dengan hubungan yang tidak luwes, sensitivitas, kesadaran yang memadai tentang keunikan sudut pandang, perasaan dan sikap terhadap orang lain. Asperger Syndrome gagal untuk mengapresiasi makna isyarat non-verbal, tujuan sosial, kedalaman dan rentang status perasaan dan bahwa komentar dan prilaku memiliki dampak emosional terhadap orang lain. (Klin, Schultz, Rubin, Bronen & Volkmar, 2001; Shamay-Tsoory, Tomer, Yaniv &Aharon Perezt, 2002 dalam Dianne Zager, 2005). Menurut DSM IV, kriteria diagnostikAsperger Syndrome adalah sebagai berikut:
1)     Hambatan kualitatif dalam interaksi sosial seperti diperlihatkan dalam sekurang-kurangnya dua dari kriteria berikut:
(a) Hambatan yang jelas dalam menggunakan berbagai perilaku non-verbal, seperti, bertatapan (eye-to-eye gaze), ekspresi wajah, postur tubuh, dan gestur untuk mengatur interaksi sosial;
(b)  Gagal mengembangakan hubungan dengan teman sebaya secara tepat sesuai tahap perkembangan;
(c)     Kurang memperlihatkan spontanitas dalam berbagi kesenangan, minat, atau keberhasilan dengan orang lain;
(d)     Secara sosial atau emosional kurang timbal balik. 
2)   Pola perilaku yang terbatas: stereotype dan berulang-ulang, minat dan aktivitas seperti dimanifestasikan sekurang-kurangnya satu dari kriteria berikut:
(a)   Meliputi keasyikan yang stereoptip dan pola minta yang terbatas baik dalam intensitas atau fokus;
(b)     Nampak tidak fleksibel dalam kepatuhan terhadap rutinitas khusus yang tidak fungsional atau ritual;
(c)   Gerak laku yang stereotipe dan berulang-ulang. Seperti: mengepak-ngepakkan tangan atau jari tangan atau berputar-putar (twisting) atau gerakan seluruh tubuh secara kompleks;
(d)     Asyik dengan bagian-bagian dari obyek.
3)        Gangguan klinis secara signifikan yang menyebabkan hambatan dalam sosial, pekerjaan dan bidang penting lainnya;
4)        Secara umum mereka tidak memiliki keterlambatan dalam bahasa (contohnya pada usia dua tahun menggunakan satu kata, pada usia tiga tahun berkomunikasi menggunakan phrase);  
5) Secara klinis tidak memiliki keterlambatan dalam perkembangan kognitif atau dalam perkembangan keterampilan membantu diri sendiri (self-help), prilaku adaptif (kecuali dalam interaksi sosial) dan keingintahuan tentang lingkungan pada masa kanak-kanak (childhood);
6)        Tidak ada kriteria PDD spesifik yang lain atau schizoprenia.
Dari uraian di atas dapat dicermati bahwa anak asperger syndrome tidak memiliki hambatan berarti dalam bahasa dan perkembangan kognitif mereka mereka juga tidak mengalami keterlambatan. Dengan intervensi yang tepat dalam berkomunikasi dan berinteraksi serta intervensi perilaku secara dini, mereka dapat berkembang optimal dan bisa mencapai tingkat akademik yang tinggi.
b.   Rett Syndrom
Rett Syndrome mulai ditemukan oleh seorang dokter dari Austria yang bernama Andreas Rett. Tahun 1966 Rett melaporkan bahwa ada 22 orang anak perempuan dengan sindrom yang terdiri dari: gerakan tangan yang stereotip, demensia, perilaku autistik, ataksia, pertumbuhan terhenti. Rett Syndrome memiliki karakteristik pola kognitif dan stagnasi secara fungsional berikut kemunduran pertumbuhan dan perkembangan otak. Rett Syndromekebanyakan (sebanyak 80%) dialami oleh anak-anak perempuan.  (Richard Van Acker, Jennifer A. Loncola, Eryn Y. Van Acker dalam Fred R. Volkmar, Rhea Paul, Amy Klin, Donald Cohen, 2005).  Kriteria Rett Syndromedalam DSM-IV tercantum sebagai berikut:
1)   Semua yang berikut:
(a)      Perkembangan selama perinatal dan natal nampak normal.
(b)      Perkembangan psikomotor nampak normal sampai lima bulan setelah lahir
(c)      Perkembangan kepala ketika lahir normal.
2)   Satu dari seluruh seperti berikut setelah periode perkembangan normal
(a)           Perlambatan pertumbuhan kepala antara 5 sampai 48 bulan
(b)       Keterampilan tangan yang telah diperoleh sebelumnya menghilang antara usia 5 sampai 30 bulan dan berikutnya berkembang gerakan tangan stereotip. (meremas-remas tangan atau mencuci tangan);
(c)  Kedekatan sosial awal hilang (meskipun perkembangan interaksi sosial berkembang kemudian);
(d)        Gerakan tubuh atau koordinasi berjalan nampak kurang;
(e)  Hambatan yang berat dalam perkembangan bahasa ekspresif dan reseptif dengan keterbelakangan psikomotor yang berat.
Pada tahun pertama perkembangan anak yang termasuk Rett Syndrome seperti anak-anak pada umumnya, dan mulai menurun dan menghilang pada usia lima bulan kehidupannya, terutama pada perkembangan motoriknya. Fungsi kognitifnya juga mulai menurun.
c.    Child Disintegratif Disorder
Child Disintegratif Disorders merupakan bentuk regresif Pervasive Depelopment Disorders yang lain dan mulai digambarkan sebagai disintegrative psychosis oleh Heller pada awal tahun 1990 an. Satu persepuluh umumnya sama seperti autis (Volkmar, Klin, Marras, 1997 dalam Zager, 2005). Perkembangan anak CDD nampak sempurna seperti anak-anak pada umumnya pada sekurang-kurangnya dua tahun pertama kehidupannya, keterampilannya menghilang sekurang-kurangnya dua dari bidang-bidang berikut: bahasa, keterampilan sosial, bermain, keterampilan gerak, dan toileting.
Kriteria anak CDD dalam DSM-IV, digambarkan seperti berikut:
1)        Perkembangan nampak normal sekurang-kurangnya dua tahun pertama kehidupan setelah lahir, komunikasi verbal dan nonverbal, hubungan sosial, bermain, dan perilaku adaptif sesuai dengan umurnya.
2)     Keterampilan yang telah diperoleh sebelumnya secara klinis hilang secara signifikan (sebelum usia 10 tahun) sekurang-kurangnya dua dari bidang-bidang berikut:
(a)  Bahasa ekspresif dan reseptif.
(b) Keterampilan sosial atau perilaku adaptif,
(c)  Kontrol ke belakang
(d) Bermain
(e)  Keterampilan motorik
3)        Abnormalitas fungsi dalam sekurang-kurangnya dua dari bidang-bidang berikut:
(a)     Hambatan kualitatif dalam interaksi sosial. (hambatan dalam perilaku nonverbal, gagal untuk mengembangkan hubungan dengan teman sebaya. Kurang hubungan timbal balik baik secara emosi ataupun secara sosial)
(b) Hambatan kualitatif dalam komunikasi terlambat atau kurang dalam bahasa verbal, ketidakmampuan untuk mengawali atau memelihara pembicaraan, stereotype dan pengulangan dalam berbahasa, permainan kurang bervariasi.
(c)   Kurang spontanitas dalam bermain dan tidak variataif atau permainan imitasi sosial tidak tepat dengan tahap perkembangannya.
(d)  Pengulangan yang terbatas dan pola stereotipe dalam perilaku, minat, dan kegiatan, termasuk stereotipe gerak.
d.   Pervasive Developmental Disorders-not other wise (PDD-Nos)
PDD-Nos tidak mudah untuk diidentifikasi, dilihat dari usia terjadinya PDD-Nos tidak ada ketentuan, hambatan dalam keterampilan sosial bisa ada bisa tidak ada, keterampilan komunikasi cukup sampai baik, rentang IQ tunagrahita berat sampai normal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar